Tuntut Persepi Minta Maaf, Poltracking: Tak Ada Urusan Kami soal Siapa Pemenang Pilkada
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda. (Foto: Dok. Poltracking Indonesia).
Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda menuntut Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepsi) meminta maaf. Dia juga membantah lembaganya memihak pada salah satu pasangan calon Pilkada Jakarta.
“Saya harus sebutkan Poltracking Indonesia bukan konsultan salah satu dari yang sedang bertarung. Saya tidak ada urusan siapa yang akan menjadi pemenang dalam pertarungan ini. Kami hanya ingin menyampaikan data ini apa adanya,” ujar Hanta di Jakarta, dikutip Sabtu (9/11/2024).
Ia juga menegaskan semua survei yang dilakukan Poltracking Indonesia sudah sesuai prosedur operasional standar (SOP). Ia memastikan tidak ada manipulasi apapun yang dilakukan. “Angka yang kami publish itu apa adanya, tidak kami ubah, Wallahi. Tuhan Maha Tahu, 0,0001 persen pun tidak pernah kami ubah,” ujar dia.
Hanta juga menilai, Dewan Etik Persepi salah paham terhadap data yang Poltracking Indonesia sampaikan. Menurutnya, tidak ada perbedaan data sama sekali yang diberikan Poltracking dalam dua kali pemeriksaan etik. Dia menyesalkan putusan Dewan Etik Persepi yang menyesatkan persepsi publik. Ia berharap Dewan Etik Persepi bijak meminta maaf atas kesalahannya.
“Saya mengetuk hati nurani para Dewan Etik seharusnya meminta maaf kepada publik karena menyampaikan tidak dengan tegas orang melakukan kesalahan, melanggar kode etik yang mana, tetapi memberi sanksi, bahkan diumumkan ke publik,” ujarnya.
Diketahui, sempat terjadi perbedaan hasil survei yang dirilis Poltracking Indonesia dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI) terkait Pilkada Jakarta. Padahal, metode survei dan rentang waktu dilakukan bersamaan. Kedua lembaga survei itu kemudian dipanggil Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi).
Hasilnya Persepi menjatuhkan sanksi bagi Poltracking Indonesia tidak boleh mempublikasikan hasil survei, tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik. Poltracking Indonesia lalu memilih hengkang dari keanggotaan Persepi.
Ketua Persepi, Philip J Vermonte, menjelaskan alasan dewan etik menjatuhkan sanksi karena Poltracking Indonesia menyerahkan dua set data berbeda. Poltracking Indonesia menyerahkan 2.000 data responden, namun setelah ditelusuri Persepi hanya 1.652 responden.
“Sisanya itu lah yang kami tanyakan kepada Poltracking Indonesia. Teman-teman di Poltracking mengatakan data terletak di server, jadi yang diunduh adalah data yang bersih sudah kena filter dari server. Sehingga, yang bisa dianalisa 1.652,” ujar Philip.
Jadi, kesimpulan awal ada sekitar 348 data yang tidak valid. Persepi kemudian memberikan kesempatan dan meminta Poltracking Indonesia untuk mengambil data asli yang tersimpan di server. “Jawaban teman-teman di Poltracking Indonesia adalah data itu di server, server bekerja sama dengan vendor. Survei sudah selesai, sudah ditutup akses datanya. Jadi, kami meminta jawaban tertulis untuk diperiksa oleh dewan etik apakah jawaban tertulis itu bisa diterima,” tutur dia.
Hasil diskusi dari dewan etik menyimpulkan jawaban tertulis dari Poltracking Indonesia tidak bisa menjawab pertanyaan yang ditanyakan oleh Persepi. Lalu, kata Philip, dilakukan pertemuan kedua dengan Poltracking Indonesia secara virtual. Hasilnya, mereka masih belum bisa memberikan data mentah sejumlah 2.000 responden. Maka, akhirnya diambil keputusan.
Belakangan, Poltracking Indonesia berhasil mengambil data 2.000 responden dari server. Kemudian, data tersebut diperiksa oleh Dewan Etik Persepi. “Ternyata 2.000 data responden yang diserahkan belakangan oleh Poltracking Indonesia, missing values-nya malah rapi. Sehingga, kami bingung. Data yang kami pegang seharusnya yang mana,” ucapnya.